Peluk Hangat dan Senyum Ceria: Hari Pertama Sekolah di SLBN Tasikmalaya Penuh Cinta dan Makna

Suasana Ceria di Hari Pertama

Usai libur panjang Idulfitri, halaman SLBN Tasikmalaya kembali semarak oleh tawa dan langkah kaki para siswa yang telah lama menantikan momen ini. Pagi itu, raut ceria menghiasi wajah anak-anak istimewa yang datang bersama orang tua mereka.

Beberapa melangkah pasti, beberapa lainnya menggenggam erat tangan orang tuanya sambil mengamati sekeliling, seperti mengonfirmasi bahwa sekolah yang mereka rindukan benar-benar telah mereka pijak kembali.

Begitu bertemu guru, tak sedikit yang langsung memeluk erat—sebuah pelukan yang menyampaikan kerinduan, kenyamanan, dan cinta. Suasana begitu hidup, penuh warna dan kehangatan. Tangis haru dan senyum malu-malu berpadu menjadi simfoni khas hari pertama sekolah di lembaga pendidikan luar biasa ini.

Silaturahmi yang Syahdu dan Penuh Makna

Sebagai pembuka kegiatan, SLBN Tasikmalaya menggelar sesi silaturahmi yang resmi dibuka oleh Kepala Sekolah. Dalam suasana yang sakral namun tetap bersahabat, seluruh elemen sekolah berkumpul: siswa, guru, staf, serta orang tua. Acara diawali dengan doa bersama, dilanjutkan dengan tradisi saling bermaafan yang dilakukan dengan penuh kekhusyukan.

Anak-anak dengan caranya masing-masing turut menyampaikan maaf—ada yang memeluk guru sambil tersenyum, ada yang mencium tangan, bahkan ada yang hanya menundukkan kepala dengan malu-malu namun tulus. Momen ini menjadi refleksi bahwa di balik keterbatasan fisik maupun kognitif, tersimpan hati yang lembut dan peka terhadap nilai-nilai kasih sayang dan kebersamaan.

Beberapa orang tua pun tampak terharu, menyaksikan anak-anak mereka tumbuh dalam lingkungan yang tidak hanya mendidik, tetapi juga menyayangi sepenuh hati. Sementara itu, para guru menyambut hangat setiap gestur yang ditunjukkan anak-anak mereka—menjadi pengingat bahwa profesi ini lebih dari sekadar mengajar, tetapi juga mengasuh dan membersamai.

Kisah Haru dan Kedekatan yang Tak Biasa

Berbeda dengan sekolah reguler pada umumnya, relasi antara guru dan siswa di SLBN Tasikmalaya dibangun atas dasar kesabaran, kepedulian, dan konsistensi jangka panjang. Anak-anak berkebutuhan khusus membutuhkan proses adaptasi yang tidak instan, dan para guru di sini telah menjadi sosok yang terus hadir tanpa henti—dalam suka dan duka perkembangan setiap anak.

Salah satu momen menyentuh terlihat ketika seorang siswa memeluk gurunya erat sambil menyandarkan kepala di bahunya, seolah tak ingin lepas. Di sudut lain, seorang anak memeluk guru sambil memperlihatkan gambar kue Lebaran yang dibuatnya. Bahasa cinta mereka tak selalu terucap dalam kata, tapi terasa dalam setiap pelukan, genggaman, dan ekspresi wajah.

Di SLBN Tasikmalaya, keistimewaan para siswa dibalas dengan keistimewaan dalam cara mengajar. Tidak ada interaksi yang terasa dingin atau formal. Semua hubungan tumbuh dari hati—penuh perhatian, penuh penerimaan, dan penuh cinta.

Pembelajaran Hari Pertama yang Bermakna dan Menyenangkan

Setelah sesi silaturahmi, suasana belajar mulai dibuka dengan kegiatan refleksi ringan. Anak-anak diajak menceritakan pengalaman Lebaran mereka. Bagi yang mampu berbicara, cerita mengalir polos dan ceria tentang kue favorit, kunjungan ke rumah nenek, atau angpao yang diterima. Bagi yang non-verbal, media gambar dan gestur menjadi sarana untuk berbagi cerita.

Beberapa kelas mengadakan sesi menggambar tema “Lebaran Bersama Keluarga”, membuat kartu ucapan untuk teman dan guru, hingga menyanyikan lagu-lagu sederhana yang penuh keceriaan. Aktivitas dilakukan dengan suasana santai namun tetap terarah. Tidak ada tekanan, tidak ada target tinggi yang membebani. Hanya pembelajaran yang menyenangkan dan membumi.

Pendekatan ini sejalan dengan prinsip pendidikan inklusif dan berpusat pada anak. Anak-anak ABK tidak bisa disamakan pendekatannya, namun mereka layak mendapatkan kualitas pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan.

Kembali ke Rumah Kedua

SLBN Tasikmalaya bukan sekadar tempat belajar. Bagi anak-anak berkebutuhan khusus, sekolah ini adalah rumah kedua, tempat di mana mereka diterima tanpa syarat dan disayangi tanpa batas. Hari pertama sekolah menjadi simbol kembalinya kebahagiaan kecil dalam rutinitas mereka, dan bukti nyata bahwa cinta sejati dalam pendidikan itu benar-benar ada.

Para guru bukan hanya pengajar, tetapi pengasuh hati yang terus hadir dan tumbuh bersama anak-anak. Hari pertama sekolah ini pun bukan sekadar memulai tahun ajaran baru, tetapi menyambung kembali jalinan emosi yang telah lama terikat—erat, hangat, dan penuh makna.

Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top